Win-Win Solution Draxler & Wolfsburg

Drama transfer gelandang Belgia Kevin de Bruyne selesai di saat-saat terakhir. Runner-up Bundesliga Wolfsburg tempat De Bruyne bekerja sebelumnya mengumumkan kepindahan gelandang kreatif itu ke raksasa Inggris Manchester City. Klub Asuhan Manuel Pellegrini itu dikabarkan harus mengeluarkan uang hingga 74 juta Euro untuk mendatangkan De Bruyne. Jumlah yang memecahkan rekor transfer Bundesliga.

KdB-espn

Kehilangan pemain terpenting mereka, Wolfsburg lantas bergerak cepat. Dengan dana 74 juta klub asuhan Dieter Hecking itu tak perlu merisaukan uang untuk mencari pengganti De Bruyne. Sejumlah bintang muda dikaitkan dengan klub perusahaan otomotif Volkswagen ini, mulai dari gelandang Anderlecht Dennis Praet hingga pencetak gol kemenangan Jerman di final Piala Dunia 2014 Mario Goetze.

Pilihan Wolfsburg akhirnya jatuh kepada gelandang Schalke Julian Draxler. Pemain berusia 21 tahun ini memang dikenal sebagai salah satu gelandang serang paling berbakat di Jerman. Draxler sempat diminati klub Inggris Arsenal dan penguasa Italia Juventus, namun harga tinggi yang dipatok Schalke membuat keduanya tak berkutik. Hanya Wolfsburg yang sanggup memenuhi permintaan harga yang kabarnya mencapai 42 juta Euro (via SportBild).

Dalam diri Draxler Wolfsburg mendatangkan pengganti yang sepadan. Draxler adalah pemenang penghargaan pemain muda Fritz Walter award untuk kategori U18 pada 2011. Pada tahun itu ia menjalani debut di Bundesliga dan mencatatkan diri sebagai salah satu debutan termuda di Bundesliga.

Sebagai gelandang serang, kemampuan Draxler terbilang lengkap. Ia memiliki kontrol bola yang baik. Ditambah kecepatan dan dribel yang mumpuni Draxler juga cocok bermain di sayap. Atribut tersebut masih ditambah dengan tembakan jarak jauhnya yang mematikan. Karakteristik tersebut mirip dengan De Bruyne, yang tentu akan memudahkan Hecking meramu pasukan.

Sayangnya selama lima tahun masuk skuat utama Schalke Draxler tak pernah menikmati posisi favoritnya sebagai gelandang serang di belakang penyerang. Pemain kelahiran Gladbeck ini harus rela melihat Lewis Holtby, Kevin Prince Boateng hingga juniornya di akademi Schalke Max Meyer  menggesernya ke sayap kiri. Padahal, Draxler tak kalah berbakat.

WOLFSBURG, GERMANY - SEPTEMBER 01: Klaus Allofs, Julian Draxler and Head Coach Dieter Hecking pose for photos on the pitch during a press conference at Volkswagen Arena on September 1, 2015 in Wolfsburg, Germany. (Photo by Joachim Sielski/Bongarts/Getty Images)

(Photo by Joachim Sielski/Bongarts/Getty Images)

Kedatangan pelatih baru Andre Breitenreiter pun sepertinya tak akan banyak mengubah situasi ini. mantan pelatih Paderborn ini meski sempat memainkan Draxler di posisi favoritnya diprediksi akan banyak menggunakan formasi dua penyerang. Artinya, Draxler kemungkinan besar harus rela bermain di sayap.

Di Wolfsburg kesempatan bermain di belakang penyerang utama terbuka lebar. Draxler boleh dibilang tak memiliki pesaing serius di posisi itu. Hanya produk akademi Wolfsburg Max Arnold yang bisa mengancam posisinya. Meski begitu hal tersebut nampaknya tak akan terjadi. Hecking lebih suka memainkan Arnold sebagai gelandang bertahan berduet dengan pemain Brazil Luiz Gustavo di jantung tengah.

Selain mendapat jaminan bermain di posisi favoritnya, Draxler akan mendapat hal lain di Wolfsburg. Klub yang bermarkas di Volkswagen Arena itu tak seperti Schalke yang gemar gonta-ganti pelatih. Dalam waktu kurang dari tiga tahun, Schalke sudah ditangani tiga pelatih. Wolfsburg di sisi lain telah memasuki tahun ketiga di bawah arahan Hecking. Hal ini mengindikasikan tidak adanya stabilitas di Schalke.

Status kedua kesebelasan pun nampaknya tengah berada di kurva yang berseberangan. Wolfsburg dianggap sebagai raksasa baru Bundesliga yang akan mengancam dominasi Bayern Muenchen. Sementara Schalke seperti klub yang tengah mencari identitas. Prestasi musim lalu pun mencerminkan hal ini, Schalke hanya mampu menembus Europa League sedangkan Wolfsburg berhasil meraih posisi kedua dan lolos ke putaran grup Liga Champions.

Sekilas nampaknya transfer Draxler ke Wolfsburg adalah sebuah win win solution bagi keduanya. Draxler membutuhkan klub yang bisa memberinya jaminan bermain di belakang penyerang, sedangkan Wolfsburg membutuhkan pengatur serangan berbakat. Meski bagi klub yang berdiri pada 1945 itu performa Draxler musim lalu sedikit mengkhawatirkan.

Dari semua kompetisi musim lalu, pemain kelahiran 20 September 1993 ini hanya mampu mencetak dua gol dan dua assist. Tentunya bukan catatan yang menggembirakan untuk pemain dengan nilai transfer termahal di Bundesliga. Memang hal itu bisa dialamatkan pada cedera dan taktik defensif pelatih Roberto di Matteo. Tetap saja, sang pemain butuh waktu untuk kembali ke performa terbaik setelah menghadapi musim yang buruk.

Di sisi lain, Schalke juga ikut terkena imbas negatif. Meski meraup untung dari hasil penjualan Draxler, tak dapat disangkal bahwa Schalke kehilangan salah satu pemain terbaik mereka. Memang masih ada gelandang muda Max Meyer dan Leroy Sane namun keduanya baru semusim bermain bersama tim utama.

Citra Schalke sebagai klub penjual pun semakin kuat. Terlebih Die Knappen berniat menjadikan Draxler sebagai ikon klub. Hal itu ditunjukkan saat mereka melakukan publikasi besar-besaran usai memperpanjang kontrak Draxler pada 2013. Padahal di saat bersamaan, rival abadi mereka Borussia Dortmund baru saja kehilangan pemain muda terbaiknya Mario Goetze yang hengkang ke Muenchen. Sangat ironis jika selang dua tahun klub lembah ruehr itu menjual sang ikon.

Apakah investasi besar Wolfsburg bakal membuahkan  hasil memang baru bisa terbukti saat Draxler telah menjalani pertandingan resmi.  Fans Bundesliga tentu berharap Draxler bisa memenuhi potensi besarnya. Saat itu terjadi, kita semua akan ingat bahwa Bundesliga bukan Bayernliga.

One Response to Win-Win Solution Draxler & Wolfsburg

  1. didut says:

    Dan MU ketemu Wolfsburg minggu depan.
    Kita liat apakah liga jerman sudah sekuat liga inggris 😛

Tinggalkan komentar